Read Anywhere and on Any Device!

Subscribe to Read | $0.00

Join today and start reading your favorite books for Free!

Read Anywhere and on Any Device!

  • Download on iOS
  • Download on Android
  • Download on iOS

Diet Minimalis: Diet Minimal Hasil Maksimal Tubuh Ideal

Diet Minimalis: Diet Minimal Hasil Maksimal Tubuh Ideal

Yoshinori Nagumo
0/5 ( ratings)
PROLOG

Gen yang Bekerja ketika Perut Lapar

Dewasa ini, semakin jelas bahwa keadaan perut kosong—alias lapar—memiliki peran yang penting bagi tubuh. Bagaimana mungkin lapar justru baik bagi tubuh? Bukankah perut yang kosong terlalu lama dapat berakibat buruk? Kebanyakan orang memang berpikir demikian. Namun, sebagai seorang dokter, saya memiliki pandangan tersendiri berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya. Saya pun tidak mampu menjawab pertanyaan tersebut secara tepat. Tetapi, gagasan bahwa tubuh yang sehat adalah tubuh yang mendapatkan pasokan gizi terus-menerus merupakan pemikiran kuno. Percayakah Anda jika saya mengatakan bahwa ketika perut berbunyi karena lapar, sel-sel baru justru akan tumbuh sehingga dapat meremajakan tubuh?
Sejak dekade lalu ketika masih berumur 45 tahun, saya sudah menerapkan pola makan “sekali sehari”. Pada usia 30-an tahun, saya sempat mengalami trauma pada kematian. Pada waktu itu, saya masih melakukan penelitian tentang kanker payudara di perguruan tinggi, sementara Ayah masih berpraktik sebagai dokter. Semua berjalan dengan lancar sebelum ayah saya terserang penyakit jantung koroner pada usia 62 tahun. Ketika itu, saya berusia 35 tahun. Meskipun Ayah tidak sampai meninggal dunia, saya tidak dapat lagi melanjutkan kuliah sejak saat itu. Saya menghentikan penelitian di kampus dan kembali ke rumah untuk mengurus rumah sakit yang sebelumnya dikelola oleh Ayah.

Kehidupan saya seketika menjadi berbeda dengan ketika saya masih melakukan penelitian. Di klinik, saya sempat merasa stres karena harus berhubungan secara langsung dengan puluhan pasien dan menanggapi keluhan mereka setiap hari. Akibat stres tersebut, pola makan saya menjadi tidak teratur. Saya mulai lebih sering makan dan minum. Berat badan saya naik sebanyak 15 kilogram hingga mencapai 77 kilogram. Kenaikan berat badan sebesar itu saya capai de ngan banyak makan makanan bergizi.

Setelah itu, mulai muncul gejala yang meresahkan. Sebelumnya, saya memang sudah menderita sembelit yang cukup parah. Saat mengejan ketika buang air besar, saya sering mengalami aritmia*. Sembelit memang berkaitan dengan aritmia. Ketika sembelit, aliran darah ke kepala akan meningkat. Kemudian, otak menerima sinyal untuk menurunkan aliran darah ke jantung agar kembali seimbang. Mekanisme ini disebut refleks valsalva**. Oleh karena itulah, mengejan sering membuat detak jantung menjadi tidak beraturan. Terkadang, gejala tersebut dapat berlangsung sepanjang hari.

Aritmia akan mengakibatkan sesak napas sehingga tekanan darah menurun. Terkadang, penderitanya dapat merasa pusing bahkan jatuh pingsan di dalam toilet. Akan tetapi, dampak yang lebih parah— yaitu gagal jantung atau penyakit jantung koroner—dapat terjadi jika pembuluh darah di jantung tersumbat. Peristiwa yang sama dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah di otak atau paru-paru. Ketiganya dapat mengakibatkan kematian mendadak ketika kita sedang berada di dalam toilet. Hal itu membuat saya sungguh merasa takut jika ke toilet.

Berawal dari hal tersebut, saya mencoba berbagai cara untuk menjaga kesehatan. Saya pergi ke tempat kebugaran, berenang, dan berlatih menggunakan alat-alat olahraga secara rutin. Saya me lakukan semua itu demi menurunkan berat badan. Akan tetapi, hal yang terjadi justru sebaliknya. Dengan berolahraga, berat badan saya justru bertambah. Saya tidak dapat melanjutkan pola diet yang menyiksa dan mulai merasa bosan mengukur jumlah kalori dalam makanan saya setiap hari.

Dalam usaha coba-coba tersebut, saya mengubah pola makan dengan menghentikan konsumsi daging, lalu menggantinya dengan sayur-sayuran. Dalam waktu singkat, sembelit yang sudah menyiksa hidup saya sejak lama berangsur-angsur berkurang hingga hilang sama sekali. Namun, sesekali, timbul keinginan untuk makan daging. Setelah makan daging pada pagi hari, sembelit yang sebelumnya sudah hilang itu mendadak kambuh. Saya merasa kesakitan ketika di kamar mandi. Cukup sudah! Saya tidak akan makan daging lagi.

Makan daging bisa mengakibatkan sembelit
Ada hal yang tidak masuk akal. Orang yang semula merokok kemudian berhenti, ternyata menjadi peka terhadap asap rokok. Bagi orang yang tidak makan daging, memakan daging bistik yang mahal sekalipun, hanya akan terasa seperti menggigit kertas hingga membuatnya seakan-akan ingin muntah. Selain itu, dengan tidak mengonsumsi daging, kita tidak akan menghadapi masalah bau badan. Orang yang suka makan daging dan orang-orang yang menderita sindrom metabolik* memiliki kulit yang amat berminyak. Minyak tersebut akan mengalami oksidasi hingga menghasilkan bau yang menyengat. Bau badan yang biasa disebut “nonanal”** atau “bau badan lansia” ini akan hilang jika kita mengonsumsi sayur-sayuran.

Ketika kita mengurangi jumlah makanan yang kita konsumsi saat menerapkan pola makan “satu lauk-satu sayur”, berat badan kita akan berkurang, kesehatan tubuh kita pun akan menjadi lebih baik. Apabila dilihat dari sisi kecukupan gizi, mengonsumsi gizi sempurna yang terdapat di dalam bahan makanan sederhana semacam itu akan meningkatan vitalitas tubuh. Menerapkan pola makan satu-lauk-satu-sayur setiap hari memang terlihat berat. Meskipun pola makan tersebut baik, sedikit sekali orang yang mau menerapkannya karena mereka memandang hal itu terlalu sulit. Kebanyakan orang ti dak berselera makan pada pagi dan siang hari, sehingga melahap ma kanan dalam porsi besar pada waktu makan malam tampaknya merupakan hal yang dapat diterima.

Setelah mempertimbangkan hal itu dan memikirkan bermacam-macam cara, tibalah saya pada pola makan sekali-sehari yang telah saya terapkan selama kurang-lebih sepuluh tahun hingga saat ini. Sekarang, kondisi kesehatan saya sangat baik, berat badan saya stabil pada angka 62 kilogram, kulit saya pun tampak lebih muda. Setelah menjalani pemeriksaan umum di rumah sakit, pembuluh darah saya dikatakan seperti orang yang masih berusia 26 tahun! Meskipun demikian, saya bertanya-tanya di dalam hati, “Apakah pola makan sekali-sehari benar-benar baik untuk kesehatan, dan apakah tidak salah jika saya menularkan prinsip itu kepada orang lain?” Untuk menghilangkan kekhawatiran tersebut, mari kita simak sebuah informasi mutakhir dalam dunia kesehatan.

Belum lama berselang, para ilmuwan menemukan “gen panjang umur”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa mengurangi jumlah makanan hewan percobaan sebanyak 40% membuat hewan tersebut tersebut juga menjadikan raut wajah dan bulu mereka lebih segar dan indah.
Penampilan yang awet muda merupakan gambaran kesehatan organ dalam tubuh. Organ-organ tubuh yang bekerja dengan sempurna membuat warna kulit terlihat cerah, pinggang pun menjadi ramping. Sebaliknya, apabila organ dalam tubuh seseorang tidak bekerja dengan baik, betapa pun seseorang memoles wajah dengan kosmetik yang mahal dan melakukan perawatan di salon kecantikan, kecantikan sejati diri orang tersebut tidak akan muncul.

Penampilan yang awet muda merupakan gambaran kesehatan organ dalam tubuh.
Indikator kesehatan yang paling mudah dipantau adalah penampilan. Kesehatan menurut sebagian orang hanya sebatas pada keadaan tidak terkena penyakit parah atau hasil pemerik saan kesehatan yang normal. Sedikit sekali orang yang bangga akan kecantikan kulit dan bentuk tubuh mereka. Timbunan lemak di dalam tubuh akan mengurangi keindahan penampilan seseorang sekaligus merupakan bukti adanya timbunan risiko sindrom metabolik di dalam tubuhnya. Apabila sindrom metabolik tersebut tidak dicegah kita tidak akan mendapatkan kecantikan dan penampilan menawan yang sesungguhnya.

Pada awalnya, tujuan yang paling ingin saya capai dengan menerapkan pola makan sekali-sehari adalah mendapatkan kulit yang indah dan pinggang yang ramping. Namun, sejak saya mendengar tentang penemuan gen panjang umur, saya menjadi lebih bersungguh-sungguh dalam menekuni pola makan sekali-sehari. Saya semakin banyak memberikan kuliah dalam berbagai kesempatan serta dalam sejumlah acara di televisi. Penulis yang membahas topik anti-penuaan juga semakin bertambah. Saya juga menjadi ketua kelompok asosiasi kedokteran anti-penuaan internasional.

Buku ini merupakan buku pertama yang mengupas pola makan sekali-sehari. Buku ini membahas tentang penerapan pola makan sekali-sehari untuk meraih kehidupan yang sehat. Pembahasan tersebut dilengkapi dengan cara-cara yang semestinya ditempuh dan alasan-alasan yang mendukung hal itu. Selanjutnya, bu ku ini juga memaparkan perubahan-perubahan yang akan terjadi pada diri seseorang, terutama perubahan-perubahan yang dapat dilihat secara langsung, setelah ia menerapkan pola makan sekali-sehari. Buku ini akan meruntuhkan pemikiran tentang kesehatan yang selama ini telah Anda ketahui secara umum. Saya berharap Anda membacanya dan menikmatinya sampai halaman terakhir.
Language
Indonesian
Pages
184
Format
Paperback
Release
January 01, 2012
ISBN 13
9786024021399

Diet Minimalis: Diet Minimal Hasil Maksimal Tubuh Ideal

Yoshinori Nagumo
0/5 ( ratings)
PROLOG

Gen yang Bekerja ketika Perut Lapar

Dewasa ini, semakin jelas bahwa keadaan perut kosong—alias lapar—memiliki peran yang penting bagi tubuh. Bagaimana mungkin lapar justru baik bagi tubuh? Bukankah perut yang kosong terlalu lama dapat berakibat buruk? Kebanyakan orang memang berpikir demikian. Namun, sebagai seorang dokter, saya memiliki pandangan tersendiri berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya. Saya pun tidak mampu menjawab pertanyaan tersebut secara tepat. Tetapi, gagasan bahwa tubuh yang sehat adalah tubuh yang mendapatkan pasokan gizi terus-menerus merupakan pemikiran kuno. Percayakah Anda jika saya mengatakan bahwa ketika perut berbunyi karena lapar, sel-sel baru justru akan tumbuh sehingga dapat meremajakan tubuh?
Sejak dekade lalu ketika masih berumur 45 tahun, saya sudah menerapkan pola makan “sekali sehari”. Pada usia 30-an tahun, saya sempat mengalami trauma pada kematian. Pada waktu itu, saya masih melakukan penelitian tentang kanker payudara di perguruan tinggi, sementara Ayah masih berpraktik sebagai dokter. Semua berjalan dengan lancar sebelum ayah saya terserang penyakit jantung koroner pada usia 62 tahun. Ketika itu, saya berusia 35 tahun. Meskipun Ayah tidak sampai meninggal dunia, saya tidak dapat lagi melanjutkan kuliah sejak saat itu. Saya menghentikan penelitian di kampus dan kembali ke rumah untuk mengurus rumah sakit yang sebelumnya dikelola oleh Ayah.

Kehidupan saya seketika menjadi berbeda dengan ketika saya masih melakukan penelitian. Di klinik, saya sempat merasa stres karena harus berhubungan secara langsung dengan puluhan pasien dan menanggapi keluhan mereka setiap hari. Akibat stres tersebut, pola makan saya menjadi tidak teratur. Saya mulai lebih sering makan dan minum. Berat badan saya naik sebanyak 15 kilogram hingga mencapai 77 kilogram. Kenaikan berat badan sebesar itu saya capai de ngan banyak makan makanan bergizi.

Setelah itu, mulai muncul gejala yang meresahkan. Sebelumnya, saya memang sudah menderita sembelit yang cukup parah. Saat mengejan ketika buang air besar, saya sering mengalami aritmia*. Sembelit memang berkaitan dengan aritmia. Ketika sembelit, aliran darah ke kepala akan meningkat. Kemudian, otak menerima sinyal untuk menurunkan aliran darah ke jantung agar kembali seimbang. Mekanisme ini disebut refleks valsalva**. Oleh karena itulah, mengejan sering membuat detak jantung menjadi tidak beraturan. Terkadang, gejala tersebut dapat berlangsung sepanjang hari.

Aritmia akan mengakibatkan sesak napas sehingga tekanan darah menurun. Terkadang, penderitanya dapat merasa pusing bahkan jatuh pingsan di dalam toilet. Akan tetapi, dampak yang lebih parah— yaitu gagal jantung atau penyakit jantung koroner—dapat terjadi jika pembuluh darah di jantung tersumbat. Peristiwa yang sama dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah di otak atau paru-paru. Ketiganya dapat mengakibatkan kematian mendadak ketika kita sedang berada di dalam toilet. Hal itu membuat saya sungguh merasa takut jika ke toilet.

Berawal dari hal tersebut, saya mencoba berbagai cara untuk menjaga kesehatan. Saya pergi ke tempat kebugaran, berenang, dan berlatih menggunakan alat-alat olahraga secara rutin. Saya me lakukan semua itu demi menurunkan berat badan. Akan tetapi, hal yang terjadi justru sebaliknya. Dengan berolahraga, berat badan saya justru bertambah. Saya tidak dapat melanjutkan pola diet yang menyiksa dan mulai merasa bosan mengukur jumlah kalori dalam makanan saya setiap hari.

Dalam usaha coba-coba tersebut, saya mengubah pola makan dengan menghentikan konsumsi daging, lalu menggantinya dengan sayur-sayuran. Dalam waktu singkat, sembelit yang sudah menyiksa hidup saya sejak lama berangsur-angsur berkurang hingga hilang sama sekali. Namun, sesekali, timbul keinginan untuk makan daging. Setelah makan daging pada pagi hari, sembelit yang sebelumnya sudah hilang itu mendadak kambuh. Saya merasa kesakitan ketika di kamar mandi. Cukup sudah! Saya tidak akan makan daging lagi.

Makan daging bisa mengakibatkan sembelit
Ada hal yang tidak masuk akal. Orang yang semula merokok kemudian berhenti, ternyata menjadi peka terhadap asap rokok. Bagi orang yang tidak makan daging, memakan daging bistik yang mahal sekalipun, hanya akan terasa seperti menggigit kertas hingga membuatnya seakan-akan ingin muntah. Selain itu, dengan tidak mengonsumsi daging, kita tidak akan menghadapi masalah bau badan. Orang yang suka makan daging dan orang-orang yang menderita sindrom metabolik* memiliki kulit yang amat berminyak. Minyak tersebut akan mengalami oksidasi hingga menghasilkan bau yang menyengat. Bau badan yang biasa disebut “nonanal”** atau “bau badan lansia” ini akan hilang jika kita mengonsumsi sayur-sayuran.

Ketika kita mengurangi jumlah makanan yang kita konsumsi saat menerapkan pola makan “satu lauk-satu sayur”, berat badan kita akan berkurang, kesehatan tubuh kita pun akan menjadi lebih baik. Apabila dilihat dari sisi kecukupan gizi, mengonsumsi gizi sempurna yang terdapat di dalam bahan makanan sederhana semacam itu akan meningkatan vitalitas tubuh. Menerapkan pola makan satu-lauk-satu-sayur setiap hari memang terlihat berat. Meskipun pola makan tersebut baik, sedikit sekali orang yang mau menerapkannya karena mereka memandang hal itu terlalu sulit. Kebanyakan orang ti dak berselera makan pada pagi dan siang hari, sehingga melahap ma kanan dalam porsi besar pada waktu makan malam tampaknya merupakan hal yang dapat diterima.

Setelah mempertimbangkan hal itu dan memikirkan bermacam-macam cara, tibalah saya pada pola makan sekali-sehari yang telah saya terapkan selama kurang-lebih sepuluh tahun hingga saat ini. Sekarang, kondisi kesehatan saya sangat baik, berat badan saya stabil pada angka 62 kilogram, kulit saya pun tampak lebih muda. Setelah menjalani pemeriksaan umum di rumah sakit, pembuluh darah saya dikatakan seperti orang yang masih berusia 26 tahun! Meskipun demikian, saya bertanya-tanya di dalam hati, “Apakah pola makan sekali-sehari benar-benar baik untuk kesehatan, dan apakah tidak salah jika saya menularkan prinsip itu kepada orang lain?” Untuk menghilangkan kekhawatiran tersebut, mari kita simak sebuah informasi mutakhir dalam dunia kesehatan.

Belum lama berselang, para ilmuwan menemukan “gen panjang umur”. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa mengurangi jumlah makanan hewan percobaan sebanyak 40% membuat hewan tersebut tersebut juga menjadikan raut wajah dan bulu mereka lebih segar dan indah.
Penampilan yang awet muda merupakan gambaran kesehatan organ dalam tubuh. Organ-organ tubuh yang bekerja dengan sempurna membuat warna kulit terlihat cerah, pinggang pun menjadi ramping. Sebaliknya, apabila organ dalam tubuh seseorang tidak bekerja dengan baik, betapa pun seseorang memoles wajah dengan kosmetik yang mahal dan melakukan perawatan di salon kecantikan, kecantikan sejati diri orang tersebut tidak akan muncul.

Penampilan yang awet muda merupakan gambaran kesehatan organ dalam tubuh.
Indikator kesehatan yang paling mudah dipantau adalah penampilan. Kesehatan menurut sebagian orang hanya sebatas pada keadaan tidak terkena penyakit parah atau hasil pemerik saan kesehatan yang normal. Sedikit sekali orang yang bangga akan kecantikan kulit dan bentuk tubuh mereka. Timbunan lemak di dalam tubuh akan mengurangi keindahan penampilan seseorang sekaligus merupakan bukti adanya timbunan risiko sindrom metabolik di dalam tubuhnya. Apabila sindrom metabolik tersebut tidak dicegah kita tidak akan mendapatkan kecantikan dan penampilan menawan yang sesungguhnya.

Pada awalnya, tujuan yang paling ingin saya capai dengan menerapkan pola makan sekali-sehari adalah mendapatkan kulit yang indah dan pinggang yang ramping. Namun, sejak saya mendengar tentang penemuan gen panjang umur, saya menjadi lebih bersungguh-sungguh dalam menekuni pola makan sekali-sehari. Saya semakin banyak memberikan kuliah dalam berbagai kesempatan serta dalam sejumlah acara di televisi. Penulis yang membahas topik anti-penuaan juga semakin bertambah. Saya juga menjadi ketua kelompok asosiasi kedokteran anti-penuaan internasional.

Buku ini merupakan buku pertama yang mengupas pola makan sekali-sehari. Buku ini membahas tentang penerapan pola makan sekali-sehari untuk meraih kehidupan yang sehat. Pembahasan tersebut dilengkapi dengan cara-cara yang semestinya ditempuh dan alasan-alasan yang mendukung hal itu. Selanjutnya, bu ku ini juga memaparkan perubahan-perubahan yang akan terjadi pada diri seseorang, terutama perubahan-perubahan yang dapat dilihat secara langsung, setelah ia menerapkan pola makan sekali-sehari. Buku ini akan meruntuhkan pemikiran tentang kesehatan yang selama ini telah Anda ketahui secara umum. Saya berharap Anda membacanya dan menikmatinya sampai halaman terakhir.
Language
Indonesian
Pages
184
Format
Paperback
Release
January 01, 2012
ISBN 13
9786024021399

Rate this book!

Write a review?

loader