Kolom Umar Kayam bisa mengambil contoh cerita wayang, bisa mengejek perilaku karikatural yang ditemukannya, yang jelas keprihatinannya tentang otentisitas tak pernah lepas. Ia ingin melihat perubahan. Ia ingin, bahkan teramat ingin, mengajak bangsanya menjelajahi cakrawala yang tanpa batas, tetapi tidak at any price... ia tak ingin satu pun yang dikorbankan, apalagi "wong cilik" yang selalu berada dalam situasi defenseless.
Jika hanya satu kolomnya yang dibaca, dan kalau cuma satu cerita pendeknya yang sempat ternikmati, kita dengan mudah bisa terjebak pada penafsiran seakan-akan ia adalah seorang konservatif. Umar Kayam tidak terwakili oleh sebuah kolom dan bukan pula sebuah cerita pendek atau novel sekalipun. Ia diwakili oleh keseluruhan tulisannya, apa pun coraknya, candanya, kelakarnya, bahkan, mungkin juga, kedongkolannya...
Bagi mereka yang sama sekali tak tahu bahasa Jawa, Inggris, dan Belanda, mungkin gaya Umar Kayam bisa menjengkelkan: apa maksudnya dengan kata-kata yang aneh itu. Tetapi di sinilah kekuatan Umar Kayam. Ia tak ingin menjadikan bahasa sebagai belenggu untuk menyatakan pikiran...
Language
Indonesian
Pages
242
Format
Paperback
Release
January 01, 2002
ISBN 13
9789799065063
Titipan Umar Kayam: Sekumpulan Kolom di Majalah Tempo
Kolom Umar Kayam bisa mengambil contoh cerita wayang, bisa mengejek perilaku karikatural yang ditemukannya, yang jelas keprihatinannya tentang otentisitas tak pernah lepas. Ia ingin melihat perubahan. Ia ingin, bahkan teramat ingin, mengajak bangsanya menjelajahi cakrawala yang tanpa batas, tetapi tidak at any price... ia tak ingin satu pun yang dikorbankan, apalagi "wong cilik" yang selalu berada dalam situasi defenseless.
Jika hanya satu kolomnya yang dibaca, dan kalau cuma satu cerita pendeknya yang sempat ternikmati, kita dengan mudah bisa terjebak pada penafsiran seakan-akan ia adalah seorang konservatif. Umar Kayam tidak terwakili oleh sebuah kolom dan bukan pula sebuah cerita pendek atau novel sekalipun. Ia diwakili oleh keseluruhan tulisannya, apa pun coraknya, candanya, kelakarnya, bahkan, mungkin juga, kedongkolannya...
Bagi mereka yang sama sekali tak tahu bahasa Jawa, Inggris, dan Belanda, mungkin gaya Umar Kayam bisa menjengkelkan: apa maksudnya dengan kata-kata yang aneh itu. Tetapi di sinilah kekuatan Umar Kayam. Ia tak ingin menjadikan bahasa sebagai belenggu untuk menyatakan pikiran...