Suara Lin, gadis kecil, seperti menggigil. Pengambilan cairan disumsum tulang belakang, memang tak tertahankan. Itu yang harus dijalani, dan bukan hanya satu kali. Eca, Ibunya yang membawanya dalam doa di gereja tua, dimana ada Patung Bunda Maria, malah diberitakan memuja berhala. Doa rutin tak mempunya getar dalam batin. "Kita sudah berdoa beberapa kali, Tuhan Yesus pastilah sudah mendengar." Dan belum juga ada jalan keluar, belum ada pemberi donor darah rhesus negatif. Kokro, ayah Lin, masih ingin mempunyai kepercayaan seperti istrinya, namun merasa kering dan gelap. Ia dan adiknya pernah mengalami kepedihan yang mematikan, tapi kini merasa gamang.
Segala upaya kemanusiaan, juga segala doa, berlomba dengan usia Lin yang diramalkan secara medis hanya bertahan beberapa bulan. Keinginan Lin terakhir adalah bisa merayakan natal-sebelum waktunya, karena usianya tak mencapai bulan Desember-dengan turunnya salju. Sesuatu yang sama mustahilnya, karena di desa itu yang turun adalah hujan, dan tak ada gua atau pesta.
Apakah salah Lin menghendaki ada salju, karena itu kisah yang didengar selama ini? Apakah lebih menyakitkan ketika ada pendonor yang disaat menentukan juga memerlukan donor? Apakah jawaban mauuu Lin berarti ketulusan, juga kepasrahan, bentuk lain doa?
Berbagai pertanyaan, tak perlu jawaban pasti, ketika hati masih bisa bernyanyi bersama rumput, bersama bunga, karena Tuhan sumber "gembiraku". Ketika itulah teriakan hore menjadi pujian, juga kegembiraan.
Suara Lin, gadis kecil, seperti menggigil. Pengambilan cairan disumsum tulang belakang, memang tak tertahankan. Itu yang harus dijalani, dan bukan hanya satu kali. Eca, Ibunya yang membawanya dalam doa di gereja tua, dimana ada Patung Bunda Maria, malah diberitakan memuja berhala. Doa rutin tak mempunya getar dalam batin. "Kita sudah berdoa beberapa kali, Tuhan Yesus pastilah sudah mendengar." Dan belum juga ada jalan keluar, belum ada pemberi donor darah rhesus negatif. Kokro, ayah Lin, masih ingin mempunyai kepercayaan seperti istrinya, namun merasa kering dan gelap. Ia dan adiknya pernah mengalami kepedihan yang mematikan, tapi kini merasa gamang.
Segala upaya kemanusiaan, juga segala doa, berlomba dengan usia Lin yang diramalkan secara medis hanya bertahan beberapa bulan. Keinginan Lin terakhir adalah bisa merayakan natal-sebelum waktunya, karena usianya tak mencapai bulan Desember-dengan turunnya salju. Sesuatu yang sama mustahilnya, karena di desa itu yang turun adalah hujan, dan tak ada gua atau pesta.
Apakah salah Lin menghendaki ada salju, karena itu kisah yang didengar selama ini? Apakah lebih menyakitkan ketika ada pendonor yang disaat menentukan juga memerlukan donor? Apakah jawaban mauuu Lin berarti ketulusan, juga kepasrahan, bentuk lain doa?
Berbagai pertanyaan, tak perlu jawaban pasti, ketika hati masih bisa bernyanyi bersama rumput, bersama bunga, karena Tuhan sumber "gembiraku". Ketika itulah teriakan hore menjadi pujian, juga kegembiraan.